Lampung Timur (Matarajawali.id) – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung, Kuntadi, melakukan kunjungan kerja ke Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai kabupaten Lampung Timur untuk memperkuat dua program yaitu Restorative Justice dan Jaksa Sahabat Nelayan, Selasa (15/04/202).
Dalam kunjungan Kajati Lampung tersebut dihadiri unsur Forkopimda, Kepala OPD dan masyarakat.
Kajati Kuntadi menyampaikan, bahwa hukum tidak selalu harus ditegakkan secara kaku. Ada ruang untuk kearifan, musyawarah, dan pendekatan sosial yang lebih menyentuh hati masyarakat.
“Hukum itu sesuatu yang bersifat kaku, maka ketika dilakukan dengan suatu terobosan pasti diwarnai sedikit kegaduhan karena menimbulkan perbedaan pandangan atau ukuran. Tapi kita harus sadar, kadang masyarakat memandang pelaku tidak layak untuk dihukum. Di situlah Restorative Justice hadir sebagai jawaban,” ujarnya.
Sementara Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Timur, Agustinus Baka Tangdililing, menyambut baik kunjungan Kajati ke Lampung Timur.
Dalam hal ini kami jajaran Kejari Lamtim mendukung program yang dilakukan Kejati tersebut.
Penegakan hukum bukan soal siapa yang kalah atau menang, tapi tentang mengembalikan keadilan ke tempat yang semestinya. Kami ingin hadir bukan untuk menakut-nakuti, tapi menjadi sahabat bagi masyarakat, terutama nelayan yang sering bersinggungan dengan regulasi tanpa tahu solusinya,” tutur Agus Baka.
Sedangkan Bupati Lampung Timur, Ela Siti Nuryamah, dalam kegiatan itu mengapresiasi langkah Kejati Lampung dalam menghadirkan hukum yang lebih membumi.
“Restorative Justice dan Jaksa Sahabat Nelayan ini adalah terobosan luar biasa. Pemerintah daerah sangat mendukung. Masyarakat kita butuh hukum yang bisa dirasakan manfaatnya, bukan yang justru membuat mereka takut,” kata Bupati Ela.
Diketahui Program Restorative Justice memungkinkan penyelesaian kasus ringan melalui jalur damai tanpa proses pengadilan, dengan syarat adanya kesepakatan antara korban dan pelaku.
Sementara Jaksa Sahabat Nelayan hadir untuk memberikan edukasi hukum kepada masyarakat pesisir yang rentan terhadap persoalan hukum karena minimnya pemahaman dan pendampingan.
(Nainggolan).